DEMAM
BERDARAH DENGUE ATAU DEMAM DENGUE ?
Oleh
: dr. Amroelloh
(Puskesmas
Banda Sakti Kota Lhokseumawe)
I.
Pendahuluan
Di Indonesia kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)
pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi
virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke
berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia
kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB
DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per
100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,
namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);
21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Di Lhokseumawe
berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Kepada
Harian Analisa bahwa tahun lalu jumlah
kasus DBD dari Januari-Desember mencapai 632 kasus, sedangkan tahun 2009 sampai
dengan 3 November tercatat sebanyak 416 kasus, kasus tertinggi DBD terjadi pada
Agustus mencapai 90 kasus.
Peningkatan jumlah kasus DBD di Kota Lhokseumawe perlu adanya penanganan
yang terus berkesinambungan dari Dinas Kesehatan setempat untuk menekan
kejadian kasus DBD dan persamaan persepsi di kalangan dokter dalam penegakan
diagnosis DBD agar dapat membantu dalam upaya tersebut di atas.
II.
Demam Berdarah Dengue
Demam dengue (DD)
dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Penyakit DBD dan DD disebabkan oleh Virus Dengue
dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group
B Arthropod borne viruses (arboviruses) genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridea. Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga.
Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan
data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma renjatan dengue.
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah
membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu
pagi dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam
mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang
disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga
melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur
larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot
dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa
jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.
III.
Diagnosis
Demam Dengue merupakan
penyakit demam akut selama 2 – 7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut
: nyeri kepala, nyeri retro orbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan ( petekie atau uji bendung positif), leukopenia, dan pemeriksaan
serologi dengue positif atau di temukan pasien DD/ DBD yang sudah dikonfirmasi
pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue
(DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini terpenuhi :
·
Demam
atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
·
Terdapat
minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
o
Uji
bendung positif
o
Petekie,
ekimosis, atau purpura
o
Perdarahan
mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat
lain.
o
Hematemesis
atau melena
·
Trombositopenia
(jumlah trombosit < 100.000/uL)
·
Terdapat
minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
o
Peningkatan
hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
o
Penurunan
hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
o
Tanda
kebocoran plasma seperti : efusi leura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Tabel 1 . Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
DD/
DBD
|
Derajat
|
Gejala
|
Laboratorium
|
|
DD
|
|
Demam disertai 2 atau lebih
tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia
|
o
Leukopenia
o
Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma
|
o
Serologi Dengue Positif
|
DBD
|
I
|
Gejala di atas ditambah uji
bendung positif
|
o
Trombositopenia ( < 100.000/uL) bukti kebocoran
plasma ada
|
|
DBD
|
II
|
Gejala di atas ditambah
perdarahan spontan
|
o
Trombositopenia ( < 100.000/uL) bukti kebocoran
plasma ada
|
|
DBD
|
III
|
Gejala di atas ditambah
kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah
|
o
Trombositopenia ( < 100.000/uL) bukti kebocoran
plasma ada
|
|
DBD
|
IV
|
Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi tidak terukur
|
o
Trombositopenia ( < 100.000/uL) bukti kebocoran
plasma ada
|
|
·
DBD derajat III dan IV juga disebut
sindrom Syok dengue (SSD)
Pemeriksaan laboratorium meliputi
kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma
biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5 Pada
DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan
koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen,
D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,
SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan
uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau
biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus.
Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama
(lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena
keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse
transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR
memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi
yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini
banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan
IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer,
IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat
terdeteksi mulai hari ke 2.
Interprestasi Uji Imunoserologi :
Negatif
|
|
-
Mungkin bukan dengue
-
Terlalu cepat diperiksa,diulangi pada hari 3-5 demam
-
Chikungunya
-
Chlamydia, test utk IgM Chlamydia
|
Positif
|
-
IgM(+), IgG(+)
-
IgM(+), IgG(-)
-
IgM(-), IgG(+)
|
-
Infeksi skunder
-
Infeksi primer
-
Mungkin infeksi skunder
-
Mungkin riwayat infeksi sebelumnya
|
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang
sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen
nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel
yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur
mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah
kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam
kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer
Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen
NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan
primer.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA
tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya
efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma
hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura
dapat pula dideteksi dengan USG.
IV.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah
bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu
dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses
kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara
hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma
akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke
intravaskular.
Terapi cairan pada kondisi tersebut
secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu
selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring
(pada trombositopenia yang berat)dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang
cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran
cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa
parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.
Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari
karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai
komponen utama penatalaksanaan DBD
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi
dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% .
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
V.
Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue
(DBD) masih merupakan masalah kesehatan di Lhokseumawe dan perlu dilakukan penanganan secara serius
yang melibat seluruh elemen masyarakat.
Diagnosis DBD dan DD
agar lebih cepat ditegakkan sebaiknya dilakukan secara klinis terutama di
temapat pelayanan primer, dan dengan menerapkan kriteria WHO dalam menegakkan
diagnosis diharapkan terdapat keseragaman kriteria dan tingkat keselahan akan
menjadi kecil serta mengurangi biaya yang di keluarkan pasien dan pemerintah.
Usaha keseragaman ini
juga agar pelaksana program dan rumah sakit dapat lebih sinergis dalam
penentuan apakah seseorang masih mengalami Demam Dengue atau telah berlanjut
DBD agar langkah pemerintah tidak menerapkan strategi pemberantasan di
masyarakat, dan karena itu perlu diingat bahwa perbedaan utama antara DD dan
DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar